MAKALAH
FAKTOR
PENGHAMBAT BERPIKIR 1
Makalah ini dibuat untuk memenuhi
tugas matakuliah Tafsir Tarbawi II
DOSEN
PENGAMPU:
Mahbub
Junaidi, M. Th. I
OLEH:
Alvi zahriani (020121146)
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS
ISLAM DARUL ULUM
LAMONGAN
2015
KATA
PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah SWT. Yang
menciptakan manusia berpasang-pasang dan membekalinya dengan berbagai karakter
berfikir, sehingga diciptakan mereka sebagai pemimpin di muka bumi ini.
Dengan hanya berucap hamdalah
karena atas rahmat Allah semata saya berhasil menyelesaikan makalah saya yang
berjudul “FAKTOR PENGHAMBAT BERPIKIR
1”
Tidak lupa pula kami ucapkan banyak terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu
penulisan makalah kami. Terutama Bapak H.M. Afif Hasbullah, SH.,
S.Ag.M.Hum.Selaku rektor UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM, segenap jajaran dekan
Drs.H.Abd Wahib Sholeh, M.Ag. Bapak Mahbub Junaidi,M.Th.I selaku dosen
pengampu, dan selaku kepala jurusan Fakultas Agama Islam.
Pada akhirnya, kami hanya bisa kembali menyandarkan
seluruh beban kami dan cita-cita kami kepada Allah SWT semata, karena hanya
Dialah Yang Maha Mengetahui atas makalah kami ini. Kami menyadari bahwa tulisan kami ini masih kurang dari
sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami butuhkan. Kami
berharap semoga makalah kami ini memberi manfaat kepada seluruh pihak.
Lamongan, 23
Oktober 2015
penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................... ..... i
KATA PENGANTAR................................................................................. ..... ii
DAFTAR ISI............................................................................................... ..... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang....................................................................... ..... 1
B.
Rumusan Masalah.................................................................. ..... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Tafsiran QS. Yunus ayat 78................................................... ..... 2
B.
Tafsiran QS. Az-Zukhruf
ayat 22 dan 23.............................. ..... 3
C.
Tafsiran QS. Al-Maidah
ayat 104.......................................... ..... 5
D.
Tafsiran QS. Al-Baqarah
ayat 170......................................... ..... 6
E.
Tafsiran QS. Al-A’raf ayat
70............................................... ..... 8
BAB
III PENUTUP
A.
kesimpulan............................................................................. ..... 12
B.
Saran....................................................................................... ..... 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Al-Qur’an juga dikemukakan faktor-faktor penting yang menghambat
pemikiran, membuatnya statis, terhalangi dari realitas, serta terhalangi
membuat penilaian-penilaian yang benar mengenai hal yang dihadapinya. Faktor-faktor
tersebut adalah berpegang teguh pada fikiran lama dan tidak cukup data yang
ada.
Berpegang Teguh pada Fikiran Lama. Biasanya seseorang cenderung
berpegang teguh pada apa yang telah menjadi kebiasaan atau yang telah biasa ia
lakukan sebelumnya sehingga untuk melepaskan diri dari berbagai fikiran dan
kebiasaannya yang akan membutuhkan usaha, kemauan, dan tekad yang kuat.
Berpegang teguh pada fikiran lama, kebiasaan dan tradisi yang berlaku, inilah
yang merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan fikiran menjadi statis
dan tidak mau menerima fikiran-fikiran baru yang dikemukakan padanya.
Kenapa hal ini dikatakan sebagai faktor penghambat berfikir? karena dengan
berpegang teguhnya seseorang kepada sesuatu, maka kita dapat pastikan
pemikiran-pemikirannya pasti memihak kepada hal yang dipegangnya dan
tinjauan-tinjauan analitis yang pasti memihak, sedikit atau banyak. Allah
memperingatkan dalam Al-Qur’an seperti dalam QS. Yunus ayat 78, QS. Az-Zukhruf
ayat 22 dan 23, QS. Al-Maidah ayat 104, QS. Al-Baqarah ayat 170, QS. Al- A’raf
ayat 70.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
tafsiran QS. Yunus ayat 78?
2.
Bagaimana
tafsiran QS. Az-Zukhruf ayat 22 dan 23?
3.
Bagaimana
tafsiran QS. Al-Maidah ayat 104?
4.
Bagaimana
tafsiran QS. Al-Baqarah ayat 170?
5.
Bagaimana
tafsiran QS.Al- A’raf ayat 70?
BAB II
PEMBAHASAN
Faktor-faktor Penghambat Berfikir 1
Dalam Al-Qur’an juga dikemukakan faktor-faktor penting
yang menghambat pemikiran, membuatnya statis, terhalangi dari realitas, serta
terhalangi membuat penilaian-penilaian yang benar mengenai hal yang
dihadapinya. Faktor-faktor tersebut adalah berpegang teguh pada fikiran lama
dan tidak cukup data yang ada.
Berpegang Teguh pada Fikiran Lama
Biasanya seseorang cenderung berpegang teguh pada apa
yang telah menjadi kebiasaan atau yang telah biasa ia lakukan sebelumnya
sehingga untuk melepaskan diri dari berbagai fikiran dan kebiasaannya yang akan
membutuhkan usaha, kemauan, dan tekad yang kuat. Berpegang teguh pada fikiran
lama, kebiasaan dan tradisi yang berlaku, inilah yang merupakan salah satu
faktor utama yang menyebabkan fikiran menjadi statis dan tidak mau menerima
fikiran-fikiran baru yang dikemukakan padanya.
Kenapa hal ini dikatakan sebagai faktor penghambat
berfikir? karena dengan berpegang teguhnya seseorang kepada sesuatu, maka kita
dapat pastikan pemikiran-pemikirannya pasti memihak kepada hal yang dipegangnya
dan tinjauan-tinjauan analitis yang pasti memihak, sedikit atau banyak. Allah
memperingatkan dalam Al-Qur’an, sebagai berikut :
A. Q.S. Yunus ayat 78
قاَلُوْآ
اَجِئْتَنَا لِتَلْفِتَنَا عَمّاَ وَجَدْنَا عَلَيْهِ اَبَآءَنَا وَتَكُوْنَ
لَكُمَا الْكِبْرِيَآءُ فِى اْلاَرْضِ وَمَا نَحنُ لَكُمَا بِمُؤْمِنِيْنَ ()
Artinya: Mereka berkata: "Apakah kamu datang kepada kami untuk memalingkan kami
dari apa (kepercayaan) yang kami dapati
nenek moyang kami mengerjakannya (menyembah berhala), dan supaya kamu berdua
mempunyai kekuasaan di muka bumi (negeri mesir)? Kami tidak akan mempercayai
kamu berdua".[1]
Tafsiran
Musa dituduh hendak menguasai negara
Mereka berkata kepada
Musa dengan nada ingkar, “kamu tidaklah datang kepada kami kecuali untuk
memalingkan kami dari agama yang kami jumpai bapak-bapak dan nenek moyang kami,
supaya kami mengikuti agamamu. Sedang kamu dan saudaramu akan mempunyai
kekuasaan untuk menjadi pemimpin agama dengan segala akibat kekuasaan untuk
menjadi raja dan pembesar dunia, serta sebagai akibat dari kepemimpinan agama
tersebut di tanah mesir seluruhnya. Oleh karena itu, kami takkan mengikuti kamu
berdua, sebagai orang yang beriman dan patuh terhadap hal yang akan
mengeluarkan kami dari agama nenek moyang kami yang telah dianut oleh
orang-orang awam kami dan dinikmati kekuasaannya oleh orang-orang khusus, yaitu
raja dan para pemuka kaum.
Kesimpulannya:
“sesungguhnya kamu tidak punya tujuan lain dari seruan itu, kecuali kekuasaan
ini, sekalipun kamu, sekalipun kamu tidak mengakuinya.” Demikian tuduhan
fir’aun dan kaumnya. Tuduhan itu mereka tujukan pertama-tama kepada nabi Musa,
kaerena nabi Musa-lah yang mengajak mereka. Kemudian, mereka sertakan bersama
saudara beliau yaitu Harun, dalam mendapatkan keuntungan dakwah dan tujuannya.
Yaitu, kekuasaan di muka bumi, karena Musa dan Harun sama-sama akan mendapatkan
keuntungan.[2]
B. Q.S. Az- Zukhruf ayat 22-23
بَلْ قاَلُوْآ
اِنَّا وَجَدْنَآ اَبَآءَنَا عَلَى اُمَّةٍ وَاِنَّا عَلَى اَثَرِهِمْ
مُّهْتَدُوْنَ ()
وَكَذَ لِكَ مَآ
اَرْسَلْنَا كِنْ قَبْلِكَ فِي قَرْيَةٍ مِّنْ نَّذِيْرٍ اِلاَّ قَالَ مُتْرَفُوْهَآ
اِنَّا وَجَدْنَآ اَبَآءَنَا عَلَى اُمَّةٍ وَاِنَّا عَلَى اَثَرِهِمْ
مُقْتَدُوْنَ ()
Artinya: bahkan
mereka berkata, “sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu
agama, dan kami mendapat petunjuk untuk mengikuti jejak mereka.(22). Dan
demikian juga ketika kami mengutus seorang pemberi peringatan sebelum engkau
(Muhammad) dalam suatu negeri, orang-orang yang hidup mewah (di negeri itu)
selalu berkata, “sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu
(agama) dan sesungguhnya kami sekadar pengikut jejak-jejak mereka.”(23).[3]
Tafsiran
Mereka
tidak mempunyai sandaran atas kemusyrikan yang mereka lakukan. itu termasuk
taklid belaka kepada bapak-bapak dan nenek moyang mereka, mereka berkata:
sesungguhnya nenek moyang itu lebih kuat pikirannya dari pada kita, dan lebih
benar pemahamannya. Sedang kita menempuh jalan mereka dari mengikuti cara
mereka. Dan kita tidak perlu melakukan sesuatu atas dugaan kita sendiri, dan
kita tidaklah salah untuk mengikuti dan meyakini jejak-jejak mereka.
Kesimpulannya:
bahwa mereka mengaku bahwa mereka tidak mempunai sandaran, baik berdasarkan
kenyataan, akal, maupun naqal. Mereka itu bersandar pada taklid bapak-bapak
mereka yang juga bodoh seperti mereka.
Kemudian
Allah swt menerangkan perkataan orang-orang musyrik itu telah didahului
perkataan-perkataan orang-orang sebelum mereka dari umat-umat yang mendustakan
rasul-rasul mereka.
Perkataan
seperti yang sangat keji ini, telah
dikatakan oleh umat-umat terdahulu dari nabi-nabi sejawatmu. Jadi kami tidak
mengutus seorang rasul pun sebelum kamu pada suatu negeri, kecuali para
pemimpin dan orang-orang besar mereka berkata: dan tanyakanlah pada rasul-rasul
kami yang telah kami utus sebelum kamu. Adakah kami menentukan Tuhan-tuhan yang
disembah selain Allah yang maha pemurah.
Kemudian
Allah swt membantah perkataan mereka seperti itu dan menerangkan tentang
bodohnya mereka dengan firmannya: untuk apa mereka katakan seperti itu, mereka
tidak mempunyai dalil maupun bukti yang bisa mereka jadikan sandaran dalam
memperkuat pengakuan mereka
Kemudian
Allah swt memperkuat bantahanNya itu dengan firmannya:
Mereka
tak lain hanyalah dusta belaka tentang apa yang mereka katakan, mencari-cari
alasan dengan cara yang bathil, dan mengadakan terhadap Allah, apa yang tak
pernah Allah katakan.
Dan
sesudah Allah swt menerangkan kebatilan perkataan mereka dengan akal mereka,
maka dilanjutkan dengan menerangkan kebatilan perkataan mereka berdasarkan
naqal. Firman-Nya: ataukah kami memberikan kepada mereka sebuah kitab sebelum
Al-Qur’an ini yang dibicarakan tentang kebenaran pengakuan mereka yang kemudian
memegangi kitab tersebut dan bersandar kepada-Nya. Kesimpulannya, bahwa
dalam hal ini, mereka tidak mempunyai satu kitab pun. Dan setelah Allah
swt menerangkan bahwa mereka tidak mempunyai hujjah atas pengakuan mereka, baik
berdasarkan akal maupun naqal, maka dia pun menyebutkan bahwa yang menyebabkan
mereka cenderung melakukan hal tersebut tidak lain adalah taklid belaka. [4]
C.
Q.S. Al-Maidah ayat 104
وَاِذَا
قِيْلَ لَهُمْ تَعَالَوْا اِلَى مَآ اَنْزَلَالله وَاِلَ الرَّسُلِ قَالُوْا
حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَآ عَلَيْهِ اَبَآءَنَا
اَوَلَوْكَانَ اَبَآؤُهُمْ لاَ يَعْلَمُوْنً شَيْئًا وَّلاَ يَهْتَدُوْنَ()
Artinya: Apabila dikatakan kepada mereka : “Marilah mengikuti apa yang diturunkan
Allah dan mengikuti Rasul”. Mereka menjawab : “Cukuplah untuk kami apa yang
kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya”. Dan apakah mereka itu akan
mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui
apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?[5]
Tafsiran
Apabila dikatakan
kepada mereka, marilah mengikuti apa yang diturunkan allah didalam al-qur’an
berupa hukum-hukum yang diikukan dengan berbagai hujjah dan keterangan, serta
mengikuti rasul yang menyampaikan hukum-hukum tersebut dan menerangkan apa yang
dimuat didalam Al-Qur’an secara global. Mereka menjawab, cukup bagi kami apa
yang kami dapati dari nenek moyang kami.[6]
D.
Q.S. Al-Baqarah ayat 170
وَاِذَا
قِيْلَ لَهُمُ اتَّبِعُوْا مَآ اَنْزَلَالله قَالُوْا بَلْ نَتَّبِعُ مَآ
اَلْفَيْنَا عَلَيْهِ اَبَآءَنَا اَوَلَوْ
كَانَ اَبَآؤُهُمْ لاَ يَعْقِلُوْنَ شَيْئًا وَّلاَ يَهْتَدُوْنَ()
Artinya: Dan apabila dikatakan kepada mereka : “Ikutilah apa yang telah diturunkan
Allah,” mereka menjawab : “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah
kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti
juga), walaupun nenek moyang itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak
mendapat petunjuk?”.[7]
Asbabun Nuzul
Ibnu Abbas
Berkata, “saat Rasulullah saw mengajak kaum yahudi untk memeluk islam, Rafi bin
Huraimalah dan Malik bin Auf berkata, kami hanya akan mengikuti apa yang
dipahami nenek moyang kami, sebab mereka lebih pandai dan lebih mulia dari pada
kami, ata hal itu, Allah menurunkan ayat ini.” (HR.Ibnu Abi Hatim).[8]
Tafsiran
Allah Swt.
berfirman, "Apabila dikatakan kepada orang-orang kafir yang musyrik itu,
'Ikutilah apa yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya dan tinggalkanlah
kesesatan dan kebodohan yang kalian lakukan itu!' Mereka menjawab pertanyaan
tersebut, 'Tidak, tetapi kami hanya mengikuti apa yang kami dapati dari nenek
moyang kami'," yakni menyembah berhala dan tandingan-tandingan Allah. Maka
Allah membantah mereka melalui firman-Nya: Apakah (mereka mengikuti juga)
walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak
mendapat petunjuk? (Al-Baqarah: 170) Artinya, apakah mereka tetap akan
mengikuti jejak nenek moyang-nya, sekalipun nenek moyang mereka tidak mengerti
apa pun dan tidak pula mendapat hidayah?
Ibnu Ishaq
meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu
Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan segolongan
orang-orang Yahudi yang diajak oleh Rasulullah Saw. untuk memeluk Islam, lalu
mereka menjawab bahwa mereka hanya mau pengikuti apa yang mereka dapati nenek
moyang mereka melakukannya. Lalu Allah Swt. menurunkan ayat ini. Allah membuat
suatu perumpamaan perihal mereka, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
Orang-orang
yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat mempunyai sifat yang buruk .
(An-Nahl: 60)
Adapun firman
Allah Swt.:
Dan perumpamaan
(orang yang menyeru) orang-orang kafir. (Al-Baqarah: 171), hingga akhir ayat.
Yakni
menyeru mereka yang tenggelam di dalam kesesatan, kezaliman, dan kebodohannya
sama dengan menyeru hewan gembalaan yang tidak memahami apa yang diserukan
kepada mereka. Bahkan apabila diserukan kepada mereka suatu seruan oleh
penggembalanya untuk membimbingnya, maka mereka tidak memahami apa yang
dikatakannya selain hanya suaranya saja yang didengar, tanpa memahami
maksudnya.
Demikianlah
menurut apa yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Abul Aliyah, Mujahid, Ikrimah,
Al-Hasan, Qatadah, Ata, Al-Khur-rasani, dan Ar-Rabi' ibnu Anas.
Menurut
suatu pendapat, hal ini merupakan suatu perumpamaan yang dibuatkan terhadap
mereka sehubungan seruan mereka kepada berhala-berhala sesembahan mereka yang
tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak memahami apa pun. Pendapat ini
dipilih oleh Ibnu Jarir. Tetapi pendapat pertama adalah pendapat yang lebih
utama, mengingat berhala-berhala itu memang tidak mendengar apa pun, tidak
memahami dan tidak melihatnya, tidak bergerak dan tidak hidup.
Firman Allah
Swt.:
Mereka tuli,
bisu, dan buta . (Al-Baqarah: 171)
Yakni tuli
tidak dapat mendengar perkara yang baik, bisu tidak mau mengutarakannya, dan
buta tidak dapat melihat jalan yang hak.
Maka (oleh
sebab itu) mereka tidak mengerti. (Al-Baqarah: 171)
Yakni mereka
sama sekali tidak dapat memahami apa pun dan tidak dapat mengerti. Perihal
mereka sama dengan apa yang disebutkan oleh ayat lain, yaitu firman-Nya:
Dan orang-orang
yang mendustakan ayat-ayat Kami adalah tuli, bisu, dan berada dalam gelap
gulita. Barang siapa yang dikehendaki Allah (kesesatannya), niscaya
disesatkan-Nya. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah (untuk diberi-Nya
petunjuk), niscaya Dia menjadikannya berada di atas jalan yang lurus .
(Al-An'am: 39).[9]
E.
Q.S. Al-A’raf ayat 70
قَالُوْا
اَجِئْتَنَا لِنَعْبُدَالله وَحْدَهُ وَنَدَرَ مَا كَانَ يَعْبُدُ اَبَآؤُنَا
فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَآ اِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّدِقٍيْنَ()
Artinya: Mereka berkata : “Apakah kamu datang kepada kami agar kami hanya menyembah
Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh nenek moyang kami?
Maka datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk
orang-orang yang benar.” [10]
Tafsir
Allah Swt. menceritakan perihal
pembangkangan, ketidakpercayaan, dan keingkaran mereka terhadap Nabi Hud a.s.
Ayat
ini semakna dengan apa yang pernah dikatakan oleh orang-orang musyrik dari
kalangan Quraisy, yaitu seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
Ya Allah, jika
betul (Al-Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami
dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.
(Al-Anfal: 32)
Muhammad
ibnu Ishaq dan lain-lainnya menceritakan bahwa kaum Nabi Hud adalah kaum
penyembah berhala-berhala. Di antaranya ada berhala yang diberi nama Samad, ada
yang diberi nama Sumud, dan yang lainnya lagi diberi nama Al-Hana. Karena
itulah Nabi Hud a.s. bersabda kepada mereka, seperti firman-Nya:
Sungguh telah
pasti kalian akan ditimpa azab dan kemarahan dari Tuhan kalian.(Al-A'raf: 71).
Dengan
kata lain, azab dari Tuhan kalian telah pasti akan menimpa kepada kalian
disebabkan ucapan kalian itu. Menurut suatu pendapat, lafaz rijsun merupakan
bentuk maqlub dari lafaz rijzun. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa maknanya
ialah kemurkaan dan kemarahan.
Apakah kamu
sekalian hendak berbantah dengan aku tentang nama-nama yang kalian beserta
nenek moyang kalian menamakannya? (Al-A’raf:71)
Yakni
apakah kalian membantahku sehubungan dengan kebatilan berhala-berhala yang
diberi nama oleh kalian dan nenek moyang kalian sebagai tuhan-tuhan yang kalian
sembah. Padahal berhala-berhala itu tidak dapat menimpakan bahaya, tidak pula
memberikan manfaat, dan Allah tidak pernah menjadikan dalil atau hujah bagi
kalian untuk menyembah berhala-berhala itu. Karena itulah dalam firman
selanjutnya disebutkan:
padahal
Allah sekali-kali tidak menurunkan hujah untuk itu? Maka tunggulah (azab itu),
sesungguhnya aku juga termasuk orang yang menunggu bersama kalian. (Al-A'raf:
71). Di dalam ayat ini terkandung makna ancaman dan peringatan keras dari
seorang rasul kepada kaumnya. Untuk itulah disebutkan dalam firman berikutnya:
Maka Kami
selamatkan Hud beserta orang-orang yang bersamanya dengan rahmat yang besar
dari Kami, dan Kami tumpas orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan
tiadalah mereka orang-orang yang beriman. (Al-A'raf: 72)
Allah
Swt telah menyebutkan gambaran tentang pembinasaan mereka di berbagai ayat dari
Al-Qur'an, yang intinya menyebutkan bahwa Allah mengirimkan kepada mereka angin
besar yang sangat dingin. Tidak ada sesuatu pun yang diterjang angin ini,
melainkan pasti hancur berserakan, seperti yang disebutkan di dalam ayat lain
melalui firman-Nya:
Adapun kaum
'Ad, maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat
kencang, yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan
delapan hari terus-menerus; maka kamu lihat kaum 'Ad pada waktu itu mati
bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong
(lapuk). Maka kamu tidak melihat seorang pun yang tinggal di antara mereka.
(Al-Haqqah: 6-8)
Setelah
mereka membangkang dan durhaka kepada Nabi-Nya, maka Allah membinasakan mereka
dengan angin yang sangat dingin. Angin tersebut dapat menerbangkan seseorang
dari mereka, lalu menjatuhkannya dengan kepala di bawah sehingga kepalanya
hancur dan terpisah dari tubuhnya. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh
firman-Nya:
seakan-akan
mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk). (Al-Haqqah: 7).
Muhammad
ibnu Ishaq mengatakan bahwa mereka mendiami negeri Yaman, tepatnya di suatu
daerah yang terletak di antara Amman dan Hadramaut. Tetapi sekalipun demikian,
mereka berhasil menyebar ke seluruh penjuru bumi dan dapat mengalahkan
penduduknya berkat kekuatan yang diberikan oleh Allah kepada mereka. Mereka
adalah orang-orang yang menyembah berhala, bukan menyembah Allah. Kemudian
Allah mengutus kepada mereka Nabi Hud a.s. yang nasabnya berasal dari kalangan
menengah mereka dan berkedudukan' terhormat di kalangan mereka.
Maka
Nabi Hud a.s. memerintahkan kepada mereka agar mengesakan Allah, jangan
menjadikan bersama-Nya tuhan-tuhan selain Dia, dan jangan menganiaya manusia
lagi. Tetapi mereka menolak seruannya, bahkan mendustakannya. Mereka
mengatakan, "Siapakah yang lebih kuat dari kami?'
Tetapi
ada segolongan orang dari mereka yang mengikuti Nabi Hud a.s., hanya jumlahnya
sedikit dan mereka menyembunyikan keimanannya. Setelah kaum ‘Ad bertambah
durhaka terhadap Allah dan mendustakan Nabi-Nya serta banyak menimbulkan
kerusakan di muka bumi, dengan berlaku sewenang-wenang padanya dan meninggalkan
jejak-jejak mereka di setiap tanah tinggi tempat-tempat bermainnya tanpa ada
gunanya, maka Nabi Hud a.s. berkata kepada mereka yang disitir oleh firman-Nya:
Apakah
kalian mendirikan pada tiap-tiap tanah tinggi bangunan untuk bermain-main, dan
kalian membuat benteng-benteng dengan maksud supaya kalian kekal (di dunia)?
Dan apabila kalian menyiksa, maka kalian menyiksa sebagai orang-orang kejam dan
bengis. Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. (Asy-Syu'ara:
128-131)
Tetapi
mereka menjawab, seperti yang disebutkan di dalam ayat-ayat lainnya, yaitu
firman-Nya:
Kaum 'Ad
berkata "Hai Hud. kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang
nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami
karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu. Kami
tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan
keburukan kepadamu.”(Hud: 53-54).[11]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
1.
Q.S.
Yunus ayat 78, Musa dituduh hendak
menguasai negara.
2.
Q.S.
Az- Zukhruf ayat 22-23, Mereka tidak mempunyai sandaran atas kemusyrikan yang
mereka lakukan. itu termasuk taklid belaka kepada bapak-bapak dan nenek moyang
mereka.
3.
Q.S.
Al-Maidah ayat 104, Tidak mau mengikuti
Al-Qur’an dan Hadits, Mereka menjawab, cukup bagi kami apa yang kami dapati
dari nenek moyang kami.
4.
Q.S.
Al-Baqarah ayat 170, mereka tetap akan mengikuti jejak nenek moyang-nya,
sekalipun nenek moyang mereka tidak mengerti apa pun dan tidak pula mendapat
hidayah.
5.
Q.S.
Al-A’raf ayat 70, Allah Swt. menceritakan perihal pembangkangan,
ketidakpercayaan, dan keingkaran mereka terhadap Nabi Hud a.s.
B.
Saran
Dalam penulisan
makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sagat penulis harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Agama RI. 2005. Al-Qur’an dan
terjemahannya. Bandung : PT. Syaamil cipta media
Al Maraghi,
Ahmad Musthofa. 1986. Terjemah Tafsir Al Maraghi.
Semarang : PT. Karya Toha Putera
[1] Departemen
Agama RI, 2005, Al-Qur’an dan terjemahannya, (PT. Syaamil cipta media :
bandung), hlm. 209
[2] Ahmad Musthofa
Al Maraghi, penerjemah Bahrun Abubakar, Terjemah
Tafsir Al Maraghi,(Semarang: PT. Karya Toha Putera, 1986), Cet. 2,
hlm. 134
[3] Departemen
Agama RI, 2005, Al-Qur’an dan terjemahannya, (PT. Syaamil cipta media :
bandung), hlm. 490
[4] Ahmad Musthofa
Al Maraghi, Terjemah
Tafsir Al Maraghi,....., hal.271
[5]
Departemen
Agama RI, 2005, Al-Qur’an dan terjemahannya, (PT. Syaamil cipta media :
bandung), hlm. 107
[6] Ahmad Musthofa
Al Maraghi, Terjemah
Tafsir Al Maraghi,....., hal.68
[7]
Departemen
Agama RI, 2005, Al-Qur’an dan terjemahannya, (PT. Syaamil cipta media :
bandung), hlm. 27
[8]
Departemen
Agama RI, 2005, Al-Qur’an dan terjemahannya, (PT. Syaamil cipta media :
bandung), hlm. 27
[9] Ahmad Musthofa
Al Maraghi, Terjemah
Tafsir Al Maraghi,....., hal. 74-75
[10]
Departemen
Agama RI, 2005, Al-Qur’an dan terjemahannya, (PT. Syaamil cipta media :
bandung), hlm. 152
[11] Ahmad Musthofa
Al Maraghi, Terjemah
Tafsir Al Maraghi,....., hal.338