Minggu, 25 Oktober 2015

makalah tafsir tarbawi II (faktor penghambat berpikir)


MAKALAH
FAKTOR PENGHAMBAT BERPIKIR 1
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas matakuliah Tafsir Tarbawi II

DOSEN PENGAMPU:
Mahbub Junaidi, M. Th. I
UNISDA Ori
OLEH:
Alvi zahriani             (020121146)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM
 LAMONGAN
2015

KATA PENGANTAR


 



Segala puji hanya bagi Allah SWT. Yang menciptakan manusia berpasang-pasang dan membekalinya dengan berbagai karakter berfikir, sehingga diciptakan mereka sebagai pemimpin di muka bumi ini. Dengan  hanya berucap hamdalah karena atas rahmat Allah semata saya berhasil menyelesaikan makalah saya yang berjudul “FAKTOR PENGHAMBAT BERPIKIR 1”
Tidak lupa pula kami ucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu  penulisan makalah kami. Terutama Bapak H.M. Afif Hasbullah, SH., S.Ag.M.Hum.Selaku rektor UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM, segenap jajaran dekan Drs.H.Abd Wahib Sholeh, M.Ag. Bapak Mahbub Junaidi,M.Th.I selaku dosen pengampu, dan selaku kepala jurusan Fakultas Agama Islam.
Pada akhirnya, kami hanya bisa kembali menyandarkan seluruh beban kami dan cita-cita kami kepada Allah SWT semata, karena hanya Dialah Yang Maha Mengetahui atas makalah kami ini. Kami menyadari  bahwa tulisan kami ini masih kurang dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami butuhkan. Kami berharap semoga makalah kami ini memberi manfaat kepada seluruh pihak.

                              Lamongan, 23 Oktober 2015



penyusun








DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL................................................................................... .....    i
KATA PENGANTAR................................................................................. .....    ii
 DAFTAR ISI............................................................................................... .....   iii
BAB I  PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang....................................................................... .....  1
B.      Rumusan Masalah.................................................................. .....  1
BAB II PEMBAHASAN
A.      Tafsiran QS. Yunus ayat 78................................................... .....    2
B.      Tafsiran QS. Az-Zukhruf ayat 22 dan 23.............................. .....    3
C.      Tafsiran QS. Al-Maidah ayat 104.......................................... .....    5
D.      Tafsiran QS. Al-Baqarah ayat 170......................................... .....    6
E.      Tafsiran QS. Al-A’raf ayat 70............................................... .....    8
BAB III  PENUTUP
A.      kesimpulan............................................................................. .....   12
B.      Saran....................................................................................... .....   12
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Dalam Al-Qur’an juga dikemukakan faktor-faktor penting yang menghambat pemikiran, membuatnya statis, terhalangi dari realitas, serta terhalangi membuat penilaian-penilaian yang benar mengenai hal yang dihadapinya. Faktor-faktor tersebut adalah berpegang teguh pada fikiran lama dan tidak cukup data yang ada.
Berpegang Teguh pada Fikiran Lama. Biasanya seseorang cenderung berpegang teguh pada apa yang telah menjadi kebiasaan atau yang telah biasa ia lakukan sebelumnya sehingga untuk melepaskan diri dari berbagai fikiran dan kebiasaannya yang akan membutuhkan usaha, kemauan, dan tekad yang kuat. Berpegang teguh pada fikiran lama, kebiasaan dan tradisi yang berlaku, inilah yang merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan fikiran menjadi statis dan tidak mau menerima fikiran-fikiran baru yang dikemukakan padanya.
Kenapa hal ini dikatakan sebagai faktor penghambat berfikir? karena dengan berpegang teguhnya seseorang kepada sesuatu, maka kita dapat pastikan pemikiran-pemikirannya pasti memihak kepada hal yang dipegangnya dan tinjauan-tinjauan analitis yang pasti memihak, sedikit atau banyak. Allah memperingatkan dalam Al-Qur’an seperti dalam QS. Yunus ayat 78, QS. Az-Zukhruf ayat 22 dan 23, QS. Al-Maidah ayat 104, QS. Al-Baqarah ayat 170, QS. Al- A’raf ayat 70.
B.  Rumusan Masalah
1.       Bagaimana tafsiran QS. Yunus ayat 78?
2.       Bagaimana tafsiran QS. Az-Zukhruf ayat 22 dan 23?
3.       Bagaimana tafsiran QS. Al-Maidah ayat 104?
4.       Bagaimana tafsiran QS. Al-Baqarah ayat 170?
5.       Bagaimana tafsiran QS.Al- A’raf ayat 70?

BAB II
PEMBAHASAN

Faktor-faktor Penghambat Berfikir 1
Dalam Al-Qur’an juga dikemukakan faktor-faktor penting yang menghambat pemikiran, membuatnya statis, terhalangi dari realitas, serta terhalangi membuat penilaian-penilaian yang benar mengenai hal yang dihadapinya. Faktor-faktor tersebut adalah berpegang teguh pada fikiran lama dan tidak cukup data yang ada.
Berpegang Teguh pada Fikiran Lama
Biasanya seseorang cenderung berpegang teguh pada apa yang telah menjadi kebiasaan atau yang telah biasa ia lakukan sebelumnya sehingga untuk melepaskan diri dari berbagai fikiran dan kebiasaannya yang akan membutuhkan usaha, kemauan, dan tekad yang kuat. Berpegang teguh pada fikiran lama, kebiasaan dan tradisi yang berlaku, inilah yang merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan fikiran menjadi statis dan tidak mau menerima fikiran-fikiran baru yang dikemukakan padanya.
Kenapa hal ini dikatakan sebagai faktor penghambat berfikir? karena dengan berpegang teguhnya seseorang kepada sesuatu, maka kita dapat pastikan pemikiran-pemikirannya pasti memihak kepada hal yang dipegangnya dan tinjauan-tinjauan analitis yang pasti memihak, sedikit atau banyak. Allah memperingatkan dalam Al-Qur’an, sebagai berikut :
A.    Q.S. Yunus ayat 78
قاَلُوْآ اَجِئْتَنَا لِتَلْفِتَنَا عَمّاَ وَجَدْنَا عَلَيْهِ اَبَآءَنَا وَتَكُوْنَ لَكُمَا الْكِبْرِيَآءُ فِى اْلاَرْضِ وَمَا نَحنُ لَكُمَا بِمُؤْمِنِيْنَ ()
Artinya: Mereka berkata: "Apakah kamu datang kepada kami untuk memalingkan kami dari apa (kepercayaan)  yang kami dapati nenek moyang kami mengerjakannya (menyembah berhala), dan supaya kamu berdua mempunyai kekuasaan di muka bumi (negeri mesir)? Kami tidak akan mempercayai kamu berdua".[1]
Tafsiran
Musa dituduh hendak menguasai negara
Mereka berkata kepada Musa dengan nada ingkar, “kamu tidaklah datang kepada kami kecuali untuk memalingkan kami dari agama yang kami jumpai bapak-bapak dan nenek moyang kami, supaya kami mengikuti agamamu. Sedang kamu dan saudaramu akan mempunyai kekuasaan untuk menjadi pemimpin agama dengan segala akibat kekuasaan untuk menjadi raja dan pembesar dunia, serta sebagai akibat dari kepemimpinan agama tersebut di tanah mesir seluruhnya. Oleh karena itu, kami takkan mengikuti kamu berdua, sebagai orang yang beriman dan patuh terhadap hal yang akan mengeluarkan kami dari agama nenek moyang kami yang telah dianut oleh orang-orang awam kami dan dinikmati kekuasaannya oleh orang-orang khusus, yaitu raja dan para pemuka kaum.
Kesimpulannya: “sesungguhnya kamu tidak punya tujuan lain dari seruan itu, kecuali kekuasaan ini, sekalipun kamu, sekalipun kamu tidak mengakuinya.” Demikian tuduhan fir’aun dan kaumnya. Tuduhan itu mereka tujukan pertama-tama kepada nabi Musa, kaerena nabi Musa-lah yang mengajak mereka. Kemudian, mereka sertakan bersama saudara beliau yaitu Harun, dalam mendapatkan keuntungan dakwah dan tujuannya. Yaitu, kekuasaan di muka bumi, karena Musa dan Harun sama-sama akan mendapatkan keuntungan.[2]
B.    Q.S. Az- Zukhruf ayat 22-23
بَلْ قاَلُوْآ اِنَّا وَجَدْنَآ اَبَآءَنَا عَلَى اُمَّةٍ وَاِنَّا عَلَى اَثَرِهِمْ مُّهْتَدُوْنَ ()
وَكَذَ لِكَ مَآ اَرْسَلْنَا كِنْ قَبْلِكَ فِي قَرْيَةٍ مِّنْ نَّذِيْرٍ اِلاَّ قَالَ مُتْرَفُوْهَآ اِنَّا وَجَدْنَآ اَبَآءَنَا عَلَى اُمَّةٍ وَاِنَّا عَلَى اَثَرِهِمْ مُقْتَدُوْنَ ()
Artinya: bahkan mereka berkata, “sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu agama, dan kami mendapat petunjuk untuk mengikuti jejak mereka.(22). Dan demikian juga ketika kami mengutus seorang pemberi peringatan sebelum engkau (Muhammad) dalam suatu negeri, orang-orang yang hidup mewah (di negeri itu) selalu berkata, “sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu (agama) dan sesungguhnya kami sekadar pengikut jejak-jejak mereka.”(23).[3]
Tafsiran
Mereka tidak mempunyai sandaran atas kemusyrikan yang mereka lakukan. itu termasuk taklid belaka kepada bapak-bapak dan nenek moyang mereka, mereka berkata: sesungguhnya nenek moyang itu lebih kuat pikirannya dari pada kita, dan lebih benar pemahamannya. Sedang kita menempuh jalan mereka dari mengikuti cara mereka. Dan kita tidak perlu melakukan sesuatu atas dugaan kita sendiri, dan kita tidaklah salah untuk mengikuti dan meyakini jejak-jejak mereka.
Kesimpulannya: bahwa mereka mengaku bahwa mereka tidak mempunai sandaran, baik berdasarkan kenyataan, akal, maupun naqal. Mereka itu bersandar pada taklid bapak-bapak mereka yang juga bodoh seperti mereka.
Kemudian Allah swt menerangkan perkataan orang-orang musyrik itu telah didahului perkataan-perkataan orang-orang sebelum mereka dari umat-umat yang mendustakan rasul-rasul mereka.
Perkataan seperti  yang sangat keji ini, telah dikatakan oleh umat-umat terdahulu dari nabi-nabi sejawatmu. Jadi kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu pada suatu negeri, kecuali para pemimpin dan orang-orang besar mereka berkata: dan tanyakanlah pada rasul-rasul kami yang telah kami utus sebelum kamu. Adakah kami menentukan Tuhan-tuhan yang disembah selain Allah yang maha pemurah.
Kemudian Allah swt membantah perkataan mereka seperti itu dan menerangkan tentang bodohnya mereka dengan firmannya: untuk apa mereka katakan seperti itu, mereka tidak mempunyai dalil maupun bukti yang bisa mereka jadikan sandaran dalam memperkuat pengakuan mereka
Kemudian Allah swt memperkuat bantahanNya itu dengan firmannya:
Mereka tak lain hanyalah dusta belaka tentang apa yang mereka katakan, mencari-cari alasan dengan cara yang bathil, dan mengadakan terhadap Allah, apa yang tak pernah Allah katakan.
Dan sesudah Allah swt menerangkan kebatilan perkataan mereka dengan akal mereka, maka dilanjutkan dengan menerangkan kebatilan perkataan mereka berdasarkan naqal. Firman-Nya: ataukah kami memberikan kepada mereka sebuah kitab sebelum Al-Qur’an ini yang dibicarakan tentang kebenaran pengakuan mereka yang kemudian memegangi kitab tersebut dan bersandar kepada-Nya. Kesimpulannya, bahwa dalam hal ini, mereka tidak mempunyai satu kitab pun. Dan setelah Allah swt menerangkan bahwa mereka tidak mempunyai hujjah atas pengakuan mereka, baik berdasarkan akal maupun naqal, maka dia pun menyebutkan bahwa yang menyebabkan mereka cenderung melakukan hal tersebut tidak lain adalah taklid belaka. [4]
C.    Q.S. Al-Maidah ayat 104
وَاِذَا قِيْلَ لَهُمْ تَعَالَوْا اِلَى مَآ اَنْزَلَالله وَاِلَ الرَّسُلِ قَالُوْا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَآ عَلَيْهِ اَبَآءَنَا  اَوَلَوْكَانَ اَبَآؤُهُمْ لاَ يَعْلَمُوْنً شَيْئًا وَّلاَ يَهْتَدُوْنَ()
Artinya: Apabila dikatakan kepada mereka : “Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul”. Mereka menjawab : “Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya”. Dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?[5]
Tafsiran
Apabila dikatakan kepada mereka, marilah mengikuti apa yang diturunkan allah didalam al-qur’an berupa hukum-hukum yang diikukan dengan berbagai hujjah dan keterangan, serta mengikuti rasul yang menyampaikan hukum-hukum tersebut dan menerangkan apa yang dimuat didalam Al-Qur’an secara global. Mereka menjawab, cukup bagi kami apa yang kami dapati dari nenek moyang kami.[6]
D.      Q.S. Al-Baqarah ayat 170
وَاِذَا قِيْلَ لَهُمُ اتَّبِعُوْا مَآ اَنْزَلَالله قَالُوْا بَلْ نَتَّبِعُ مَآ اَلْفَيْنَا عَلَيْهِ اَبَآءَنَا  اَوَلَوْ كَانَ اَبَآؤُهُمْ لاَ يَعْقِلُوْنَ شَيْئًا وَّلاَ يَهْتَدُوْنَ()
Artinya: Dan apabila dikatakan kepada mereka : “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab : “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”.[7]
Asbabun Nuzul
Ibnu Abbas Berkata, “saat Rasulullah saw mengajak kaum yahudi untk memeluk islam, Rafi bin Huraimalah dan Malik bin Auf berkata, kami hanya akan mengikuti apa yang dipahami nenek moyang kami, sebab mereka lebih pandai dan lebih mulia dari pada kami, ata hal itu, Allah menurunkan ayat ini.” (HR.Ibnu Abi Hatim).[8]
Tafsiran
Allah Swt. berfirman, "Apabila dikatakan kepada orang-orang kafir yang musyrik itu, 'Ikutilah apa yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya dan tinggalkanlah kesesatan dan kebodohan yang kalian lakukan itu!' Mereka menjawab pertanyaan tersebut, 'Tidak, tetapi kami hanya mengikuti apa yang kami dapati dari nenek moyang kami'," yakni menyembah berhala dan tandingan-tandingan Allah. Maka Allah membantah mereka melalui firman-Nya: Apakah (mereka mengikuti juga) walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk? (Al-Baqarah: 170) Artinya, apakah mereka tetap akan mengikuti jejak nenek moyang-nya, sekalipun nenek moyang mereka tidak mengerti apa pun dan tidak pula mendapat hidayah?
Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan segolongan orang-orang Yahudi yang diajak oleh Rasulullah Saw. untuk memeluk Islam, lalu mereka menjawab bahwa mereka hanya mau pengikuti apa yang mereka dapati nenek moyang mereka melakukannya. Lalu Allah Swt. menurunkan ayat ini. Allah membuat suatu perumpamaan perihal mereka, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
Orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat mempunyai sifat yang buruk . (An-Nahl: 60)
Adapun firman Allah Swt.:
Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir. (Al-Baqarah: 171), hingga akhir ayat.
Yakni menyeru mereka yang tenggelam di dalam kesesatan, kezaliman, dan kebodohannya sama dengan menyeru hewan gembalaan yang tidak memahami apa yang diserukan kepada mereka. Bahkan apabila diserukan kepada mereka suatu seruan oleh penggembalanya untuk membimbingnya, maka mereka tidak memahami apa yang dikatakannya selain hanya suaranya saja yang didengar, tanpa memahami maksudnya.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Abul Aliyah, Mujahid, Ikrimah, Al-Hasan, Qatadah, Ata, Al-Khur-rasani, dan Ar-Rabi' ibnu Anas.
Menurut suatu pendapat, hal ini merupakan suatu perumpamaan yang dibuatkan terhadap mereka sehubungan seruan mereka kepada berhala-berhala sesembahan mereka yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak memahami apa pun. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir. Tetapi pendapat pertama adalah pendapat yang lebih utama, mengingat berhala-berhala itu memang tidak mendengar apa pun, tidak memahami dan tidak melihatnya, tidak bergerak dan tidak hidup.
Firman Allah Swt.:
Mereka tuli, bisu, dan buta . (Al-Baqarah: 171)
Yakni tuli tidak dapat mendengar perkara yang baik, bisu tidak mau mengutarakannya, dan buta tidak dapat melihat jalan yang hak.
Maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti. (Al-Baqarah: 171)
Yakni mereka sama sekali tidak dapat memahami apa pun dan tidak dapat mengerti. Perihal mereka sama dengan apa yang disebutkan oleh ayat lain, yaitu firman-Nya:
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami adalah tuli, bisu, dan berada dalam gelap gulita. Barang siapa yang dikehendaki Allah (kesesatannya), niscaya disesatkan-Nya. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah (untuk diberi-Nya petunjuk), niscaya Dia menjadikannya berada di atas jalan yang lurus . (Al-An'am: 39).[9]
E.    Q.S. Al-A’raf ayat 70
قَالُوْا اَجِئْتَنَا لِنَعْبُدَالله وَحْدَهُ وَنَدَرَ مَا كَانَ يَعْبُدُ اَبَآؤُنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَآ اِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّدِقٍيْنَ()
Artinya: Mereka berkata : “Apakah kamu datang kepada kami agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh nenek moyang kami? Maka datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar.” [10]
Tafsir
Allah Swt. menceritakan perihal pembangkangan, ketidakpercayaan, dan keingkaran mereka terhadap Nabi Hud a.s.
Ayat ini semakna dengan apa yang pernah dikatakan oleh orang-orang musyrik dari kalangan Quraisy, yaitu seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
Ya Allah, jika betul (Al-Qur'an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih. (Al-Anfal: 32)
Muhammad ibnu Ishaq dan lain-lainnya menceritakan bahwa kaum Nabi Hud adalah kaum penyembah berhala-berhala. Di antaranya ada berhala yang diberi nama Samad, ada yang diberi nama Sumud, dan yang lainnya lagi diberi nama Al-Hana. Karena itulah Nabi Hud a.s. bersabda kepada mereka, seperti firman-Nya:
Sungguh telah pasti kalian akan ditimpa azab dan kemarahan dari Tuhan kalian.(Al-A'raf: 71).
Dengan kata lain, azab dari Tuhan kalian telah pasti akan menimpa kepada kalian disebabkan ucapan kalian itu. Menurut suatu pendapat, lafaz rijsun merupakan bentuk maqlub dari lafaz rijzun. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa maknanya ialah kemurkaan dan kemarahan.
Apakah kamu sekalian hendak berbantah dengan aku tentang nama-nama yang kalian beserta nenek moyang kalian menamakannya? (Al-A’raf:71)
Yakni apakah kalian membantahku sehubungan dengan kebatilan berhala-berhala yang diberi nama oleh kalian dan nenek moyang kalian sebagai tuhan-tuhan yang kalian sembah. Padahal berhala-berhala itu tidak dapat menimpakan bahaya, tidak pula memberikan manfaat, dan Allah tidak pernah menjadikan dalil atau hujah bagi kalian untuk menyembah berhala-berhala itu. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
padahal Allah sekali-kali tidak menurunkan hujah untuk itu? Maka tunggulah (azab itu), sesungguhnya aku juga termasuk orang yang menunggu bersama kalian. (Al-A'raf: 71). Di dalam ayat ini terkandung makna ancaman dan peringatan keras dari seorang rasul kepada kaumnya. Untuk itulah disebutkan dalam firman berikutnya:
Maka Kami selamatkan Hud beserta orang-orang yang bersamanya dengan rahmat yang besar dari Kami, dan Kami tumpas orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan tiadalah mereka orang-orang yang beriman. (Al-A'raf: 72)
Allah Swt telah menyebutkan gambaran tentang pembinasaan mereka di berbagai ayat dari Al-Qur'an, yang intinya menyebutkan bahwa Allah mengirimkan kepada mereka angin besar yang sangat dingin. Tidak ada sesuatu pun yang diterjang angin ini, melainkan pasti hancur berserakan, seperti yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
Adapun kaum 'Ad, maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang, yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus-menerus; maka kamu lihat kaum 'Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk). Maka kamu tidak melihat seorang pun yang tinggal di antara mereka. (Al-Haqqah: 6-8)
Setelah mereka membangkang dan durhaka kepada Nabi-Nya, maka Allah membinasakan mereka dengan angin yang sangat dingin. Angin tersebut dapat menerbangkan seseorang dari mereka, lalu menjatuhkannya dengan kepala di bawah sehingga kepalanya hancur dan terpisah dari tubuhnya. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk). (Al-Haqqah: 7).
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa mereka mendiami negeri Yaman, tepatnya di suatu daerah yang terletak di antara Amman dan Hadramaut. Tetapi sekalipun demikian, mereka berhasil menyebar ke seluruh penjuru bumi dan dapat mengalahkan penduduknya berkat kekuatan yang diberikan oleh Allah kepada mereka. Mereka adalah orang-orang yang menyembah berhala, bukan menyembah Allah. Kemudian Allah mengutus kepada mereka Nabi Hud a.s. yang nasabnya berasal dari kalangan menengah mereka dan berkedudukan' terhormat di kalangan mereka.
Maka Nabi Hud a.s. memerintahkan kepada mereka agar mengesakan Allah, jangan menjadikan bersama-Nya tuhan-tuhan selain Dia, dan jangan menganiaya manusia lagi. Tetapi mereka menolak seruannya, bahkan mendustakannya. Mereka mengatakan, "Siapakah yang lebih kuat dari kami?'
Tetapi ada segolongan orang dari mereka yang mengikuti Nabi Hud a.s., hanya jumlahnya sedikit dan mereka menyembunyikan keimanannya. Setelah kaum ‘Ad bertambah durhaka terhadap Allah dan mendustakan Nabi-Nya serta banyak menimbulkan kerusakan di muka bumi, dengan berlaku sewenang-wenang padanya dan meninggalkan jejak-jejak mereka di setiap tanah tinggi tempat-tempat bermainnya tanpa ada gunanya, maka Nabi Hud a.s. berkata kepada mereka yang disitir oleh firman-Nya:
Apakah kalian mendirikan pada tiap-tiap tanah tinggi bangunan untuk bermain-main, dan kalian membuat benteng-benteng dengan maksud supaya kalian kekal (di dunia)? Dan apabila kalian menyiksa, maka kalian menyiksa sebagai orang-orang kejam dan bengis. Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. (Asy-Syu'ara: 128-131)
Tetapi mereka menjawab, seperti yang disebutkan di dalam ayat-ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
Kaum 'Ad berkata "Hai Hud. kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu. Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan keburukan kepadamu.”(Hud: 53-54).[11]

BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
1.       Q.S. Yunus ayat 78, Musa dituduh hendak menguasai negara.
2.       Q.S. Az- Zukhruf ayat 22-23, Mereka tidak mempunyai sandaran atas kemusyrikan yang mereka lakukan. itu termasuk taklid belaka kepada bapak-bapak dan nenek moyang mereka.
3.       Q.S. Al-Maidah ayat 104, Tidak mau mengikuti Al-Qur’an dan Hadits, Mereka menjawab, cukup bagi kami apa yang kami dapati dari nenek moyang kami.
4.       Q.S. Al-Baqarah ayat 170, mereka tetap akan mengikuti jejak nenek moyang-nya, sekalipun nenek moyang mereka tidak mengerti apa pun dan tidak pula mendapat hidayah.
5.       Q.S. Al-A’raf ayat 70, Allah Swt. menceritakan perihal pembangkangan, ketidakpercayaan, dan keingkaran mereka terhadap Nabi Hud a.s.
B.    Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sagat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.









DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI. 2005. Al-Qur’an dan  terjemahannya. Bandung : PT. Syaamil cipta media
Al Maraghi, Ahmad Musthofa. 1986. Terjemah Tafsir Al Maraghi. Semarang : PT. Karya Toha Putera



[1] Departemen Agama RI,  2005, Al-Qur’an dan  terjemahannya, (PT. Syaamil cipta media : bandung), hlm.  209

[2] Ahmad Musthofa Al Maraghi, penerjemah Bahrun Abubakar, Terjemah Tafsir Al Maraghi,(Semarang: PT. Karya Toha Putera, 1986), Cet. 2, hlm. 134


[3] Departemen Agama RI,  2005, Al-Qur’an dan  terjemahannya, (PT. Syaamil cipta media : bandung), hlm.  490

[4] Ahmad Musthofa Al Maraghi, Terjemah Tafsir Al Maraghi,....., hal.271
[5] Departemen Agama RI,  2005, Al-Qur’an dan  terjemahannya, (PT. Syaamil cipta media : bandung), hlm.  107
[6] Ahmad Musthofa Al Maraghi, Terjemah Tafsir Al Maraghi,....., hal.68
[7] Departemen Agama RI,  2005, Al-Qur’an dan  terjemahannya, (PT. Syaamil cipta media : bandung), hlm.  27
[8] Departemen Agama RI,  2005, Al-Qur’an dan  terjemahannya, (PT. Syaamil cipta media : bandung), hlm.  27
[9] Ahmad Musthofa Al Maraghi, Terjemah Tafsir Al Maraghi,....., hal. 74-75
[10] Departemen Agama RI,  2005, Al-Qur’an dan  terjemahannya, (PT. Syaamil cipta media : bandung), hlm.  152

[11] Ahmad Musthofa Al Maraghi, Terjemah Tafsir Al Maraghi,....., hal.338